Gaya Penulis Digunakan Secara Berulang
Menerjemah buku atau artikel lepas penerjemah akan berkali-kali mengalami pola pemindahan yang lebih rumit, pola-pola itu tak hanya mulai tampak masuk akal, tetapi juga mulai kelihatan teratur. Ada semacam "dalam kapasitas" semantik mendasar pada infleksi kata. Setiap pemindahan semantik tersebut diatur dengan pola tertentu. Sesekali pola tersebut juga tidak akan berlaku lagi, tetapi penutur asli sedikit banyak mengetahui kapan saatnya pola-pola itu tak lagi dapat digunakan dan bagaimana mengatasinya, sedangkan orang asing yang mempelajari bahasa itu dengan sungguh-sungguh mendalam, pada akhirnya juga akan tahu bagaimana melakukan hal yang kurang lebih sama. Karena setiap penulis buku pasti memiliki karakter dan gaya yang akan digunakan secara berulang dalam setiap tulisannya.
Berbicara secara linguistik, belajar menerjemah buku dengan baik pada dasarnya juga merupakan proses yang sama, kecuali bahwa pengalaman yang penting itu berlangsung bukan di antara satu atau dua bahasa, tetapi berpindah-pindah dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Dan pola perpindahan itu selalu berlangsung dalam satu arah. "Perasaan" seorang penerjemah yang berkembang perlahan-lahan sepanjang jalur dari bahasa A ke bahasa B tidak akan sama dengan "perasaan" yang berlangsung sepanjang jalur dari B ke A-demikian pula dengan sebaliknya. Sebelum penerjemah mampu menerjemahkan "antara" A dan B atau seperti yang kerap ditulis penerjemah dalam daftar riwayat hidupnya, bahasa A ke B-penerjemah harus
(1) fasih berbahasa B
(2) mampu belajar menerjemah B ke A
(3) bersedia belajar menerjemah A ke B. Karena perpindahan B ke A mengambil jalur linguistik yang berbeda dari per pindahan A ke B.
mengambil makna terjemahan terdekat
Menjadikan Bahasa Asing Sebagai Bahasa Ibu
Setengah dari perbedaan ini bukan bagian dari linguistik. Bahasa yang satu adalah "bahasa ibu", bahasa yang lain adalah "bahasa asing", kecuali jika penerjemah sudah menuturkan kedua bahasa itu sejak lahir. Bahkan, penutur bahasa terfasih yang mendekati-penutur asli hanyalah mendekati-penutur asli. Mengetik biasanya lebih lama bila dilakukan dalam bahasa asing. Bahasa pertama yang dipe lajari semasa kanak-kanak terasa alamiah, sedangkan bahasa yang dipelajari setelah remaja terasa susah diprak tekkan. Bahkan, penutur dua bahasa sejak lahir yang secara budaya tidak dikelilingi oleh kedua bahasa itu dalam kesehariannya, mendapati bahasa "asing"-nya menjadi kaku, canggung, lambat, dan berat.
Dalam banyak cara serupa, orang yang sudah beberapa tahun bermukim di luar negeri semakin tidak akrab dengan bahasa ibunya. Kedua bahasa tersebut dipelajari dalam konteks yang berbeda beda, dari orang yang berlainan, dan memberi rasa yang berbeda, bahkan bagi dwibahasawan yang tidak ingat pernah menjadi ekabahasawan: bahasa yang satu dipelajari dari anak-anak dan bahasa yang lain dari orang dewasa; yang satu dipelajari di rumah dan yang lain di sekolah; yang satu dipelajari dari ibu, yang lain dari ayah. Dalam lingkungan dwibahasa, bahasa cenderung dikhususkan dalam, melalui, dan untuk penggunaannya: bahasa yang satu untuk percakapan sehari-hari, yang lain untuk kegiatan bisnis; yang satu untuk "orang kita sendiri", yang lain untuk "mereka" (orang luar, pihak yang berwenang, orang dari kebudayaan, ras atau kelas yang berbeda); yang satu untuk berkasih-kasihan, yang lain untuk bertengkar. Semua ini membawa tekanan sosial dan budaya pada "pola perpindahan" di antara kedua bahasa tersebut.
Tetapi dalam pengertian linguistik yang tepat sekali pun, dalam hubungannya dengan ilmu sintaksis dan semantik murni yang formal, pola perpindahan di antara dua bahasa tidaklah sederhana atau merupakan bayangan otomatis dari satu sama lain karena tidak ada kesamaan total pada semua bahasa. Belajar mengubah kalimat pasif dalam bahasa B menjadi kalimat aktif dalam bahasa A tidak pernah sama dengan kebalikannya, yaitu mengubah kalimat aktif dalam bahasa A menjadi kalimat pasif dalam bahasa B. Menggabungkan dua kalimat dalam bahasa B menjadi satu kalimat panjang dalam bahasa A tidak pernah sama dengan kebalikannya, yaitu sebuah kalimat panjang dalam bahasa A dipotong menjadi dua kalimat dalam bahasa B.
Hilang atau Tambah Rasa pada Perubahan Struktur
Hal ini sebagian merupakan akibat dari perbedaan potensi pengungkapan di antara kedua bahasa tersebut. Fakta bahwa membalikkan urutan struktur kalimat dalam bahasa B menghasilkan kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga dalam bahasa A, menimbulkan dampak konotatif dan kerapkali denotatif yang sama sekali berbeda pada kalimat baru. Contoh arah imajinatif dan pengungkapan pada
"The boy liked the chocolates"> Al chico le gustaron los chocolates bagi penerjemah akan lain dengan Al chico le gustaron los chocolates > "The boy liked the chocolates".
Semua pemindahan bisa mengalami kehilangan dan/atau mendapatkan sesuatu terkadang kehilangan, terkadang mendapatkan, kadang-kadang keduanya sekaligus-dan hubungan saling mempengaruhi yang kompleks antara kehilangan dan mendapatkan itu terwujud dengan cara yang berbeda-beda dalam setiap pemindahan.
Yang terpenting, jalur saraf untuk kedua arah pemindahan itu memang berbeda, dengan hasil pengalaman subjektif yang berbeda pula. Hal yang sama berlaku untuk urutan angka. Dalam urutan angka, potensi pengungkapan bahasa sudah tidak ada. Misalnya, "terjemahan" 637281 menjadi 182736, sebenarnya menempuh jalur saraf yang berbeda dengan "terjemahan" 182736 menjadi 637281 demikian sebaiknya di-translate.